1.1. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini persaingan dalam bisnis perbankan sangat
ketat.
Persaingan tersebut tidak hanya terjadi antar bank, tetapi
persaingan juga datang
dari lembaga keuangan lain yang berhasil mengembangkan
produk-produk
keuangan baru. Persaingan dan perkembangan yang cukup pesat pada
usaha
perbankan tersebut menjadikan masing-masing lembaga perbankan
harus
berlomba untuk memenangkan persaingan bisnis.
Persaingan antar bank tersebut tentunya akan lebih menguntungkan
nasabah
karena nasabah dapat memilih berbagai jasa perbankan yang
ditawarkan. Kualitas
produk dan layanan perbankan akan menentukan apakah lembaga
perbankan
tersebut mampu bersaing di pasar global atau tidak. Syarat
sederhana yang harus
dipenuhi oleh lembaga perbankan tersebut adalah kemampuan
perusahaan
perbankan tersebut dalam menyediakan produk dan jasa sesuai dengan
kebutuhan
dan keinginan masyarakat. Manajemen sebuah bank dituntut kecepatan
dan
ketepatan dalam merespon apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini.
Sebagai
perusahaan jasa, perusahaan perbankan harus berorientasi pada
kualitas pelayanan
yang diberikan. Pelayanan yang diberikan harus mampu menciptakan
kepuasan
bagi para pelanggannya. Adapun manfaat dari kepuasan pelanggan
tersebut adalah
meningkatkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan
pelanggan,
memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, dapat mendorong
terciptanya
loyalitas pelanggan dan memungkinkan terciptanya rekomendasi dari
mulut ke
mulut yang menguntungkan bagi perusahaan, sehingga semakin banyak
orang
membeli dan menggunakan produk perusahaan (Dendawijaya,
2003).
Persaingan bisnis di bidang perbankan yang nampak akhir-akhir ini
adalah
persaingan dalam penyaluran, khususnya dalam pembiayaan Usaha
Mikro Kecil
Menengah (UMKM). Di Indonesia sendiri UMKM menempati jumlah
mayoritas
dari total unit usaha yang ada. Akan tetapi kebanyakan dari para
pengusaha
UMKM masih mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha, dan secara
garis
besar kesulitan yang dihadapi berkisar masalah permodalan,
persaingan pasar dan
bahan baku yang sulit didapat. Permodalan nampaknya menjadi alasan
yang
klasik yang menghadang perkembangan UMKM. Kebanyakan pelaku
bisnis
memutar usahanya dengan mengandalkan usahanya dengan modal
sendiri. Ada
pula sebagian kecil yang berusaha menambah modalnya dengan
melakukan
pinjaman ke bank atau lembaga non bank (Saptono dan
Widiyatmanta,2006).
Perkembangan perekonomian nasional dan perubahan lingkungan
strategis
yang dihadapi dunia usaha termasuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat)
dan usaha
kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. BPR sebagai
badan usaha
senantiasa harus diarahkan dan didorong untuk ikut berperan secara
nyata
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat agar mampu
mengatasi
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial, sehingga lebih mampu
berperan
sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat. Oleh karena itu sudah
saatnya untuk
menempatkan sektor informal (seperti petani kecil di pedesaan, pedagang
di
pasar-pasar tradisional, penjual rokok dan pedagang warung
kelontong) di barisan
terdepan dalam penetapan kebijakan Bank Indonesia (Putting the
Last First).
Terkait dengan hal tersebut, serta dalam rangka pemberdayaan dan
pengembangan
sektor informal, peran dan kontribusi BPR sebagai ujung tombak
lembaga
keuangan daerah dalam pembiayaan sektor informal tentunya menjadi
sangat
penting. BPR dianggap yang paling dekat dan paling mengetahui
nasabahnya
dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya (Bramantyo &
Ronny, 2007).
Salah satu faktor untuk menilai kesehatan suatu BPR adalah dengan
melihat
rasio NPL (Non Perfoming Loan), dihitung dari total kredit yang
masuk kategori
tidak lancar, dibagi total kredit yang diberikan. Rasio maksimal
yang ditentukan
oleh Bank Indonesia, yaitu 5% sehingga bila suatu BPR memiliki
rasio diatas 5 %
maka dapat dianggap bahwa terjadi kegagalan penerapan strategi
pemberian kredit
yang efisien dan efektif.
Berdsarkan PBI No. 8/19/PBI/2006, Aktiva Produktif adalah
penyediaan
dana BPR dalam Rupiah untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk
Kredit,
Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan Dana Antar Bank. Kredit
adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu,
berdasarkan
persetujuan/kesepakatan pinjam-meminjam antara BPR dengan pihak
lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu
tertentu dengan membayar sejumlah bunga/denda yang diperjanjikan
atau
pembagian hasil/keuntungan.
Kulitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit yang selanjutnya
disebut
Kolektibilitas Kredit adalah penggolongan/pengelompokan nasabah
atau
peminjam berdasarkan kemampuan nasabah/peminjam untuk membayar
pokok
dan bunga kredit yang telah diterimanya dari bank, sehingga
kolektibilitas
pinjaman dapat dipakai untuk mengetahui sehat tidaknya pinjaman
yang
diberikan oleh Bank kepada nasabahnya.
Kolektibilitas Kredit atau Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk
Kredit
ditetapkan dalam 4 (empat) golongan sesuai dengan Peraturan Bank
Indonesia
No.8/19/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006, yaitu : Lancar, Kurang
Lancar,
Diragukan dan Macet. Penilaian terhadap Aktiva Produktif dalam
bentuk Kredit
pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan pembayaran kembali pokok
dan bunga
dan/atau kemampuan peminjam ditinjau dari kondisi usaha ybs.
Nilai NPL BPR di Propinsi Jawa Tengah juga berada di atas Nilai
NPL BPR
di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel
1.2., dimana nilai
NPL sepanjang tahun 2007 di atas 10%. Berdasarkan Standar Satistik
Perbankan
Bank Indonesia (2008) pada Lampiran 2, Propinsi Jawa Tengah
merupakan
propinsi dengan jumlah kredit tidak lancar BPR terbesar di
Indonesia.
Tabel 1.1.
Laporan Kolektibilitas Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di
Propinsi
Jawa Tengah
Bulan
Jumlah
Kredit Tidak Lancar
(M)
Jumlah
Kredit
(M)
NPL (%)
Januari 2007 634 4.405 14,39
Februari 2007 655 4.518 14,50
Maret 2007 654 4.626 14,14
April 2007 661 4.705 14,05
Mei 2007 654 4.799 13,63
Juni 2007 655 4.914 13,33
Juli 2007 663 4.977 13,27
Agustus 2007 671 5.123 13,10
Sepetember 2007 670 5.266 12,72
Oktober 2007 674 5.234 12,88
November 2007 663 5.303 12,50
Desember 2007 614 5.280 11,63
Sumber : Data diolah dari Standar Perbankan Indonesia, Bank
Indonesia, 2008
Tabel 1.2.
Laporan Kolektibilitas Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di
Indonesia
Bulan
Jumlah
Kredit Tidak Lancar
(M)
Jumlah
Kredit
(M)
Rasio NPL
(%)
Januari 2007 1.706 17.117 9,96
Februari 2007 1.751 17.566 9,97
Maret 2007 1.744 17.925 9,73
April 2007 1.750 18.242 9, 59
Mei 2007 1.743 18.656 9,34
Juni 2007 1.748 19.169 9,12
Juli 2007 1.742 19.509 8,93
Agustus 2007 1.735 19.887 8,73
Sepetember 2007 1.734 20.434 8,49
Oktober 2007 1.774 20.329 8,73
November 2007 1.735 20.584 8,43
Desember 2007 1.639 20.540 7,98
Sumber : Standar Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, 2008
Upaya yang berkesinambungan dalam menangani pinjaman
bermasalah
(Non Performing Loan - NPL) terus dilakukan terutama dari segi
pemberian kredit
oleh manajemen BPR di Propinsi Jawa Tengah yang bekerja sama
dengan seluruh
karyawan baik di kantor pusat maupun di kantor cabang. Beberapa
upaya yang
telah dilakukan untuk menekan dan menurunkan pertumbuhan NPL
antara lain
melakukan evaluasi terhadap kredit yang dipasarkan baik dari
tingkat suku bunga
maupun jangka waktunya dengan membandingkannya dengan BPR pesaing
untuk
kemudian menyusun strategi pemberian yang lebih efektif dan
efisien, deteksi dini
atas fasilitas kredit yang diberikan yang termasuk
klasifikasi-klasifikasinya
sehingga dapat merestrukturisasi atas debitur-debitur yang masih
mempunyai
prospek. Untuk yang terakhir ini sebelumnya telah dilakukan
analisis atas prospek
usaha debitur, kemampuan keuangan debitur dalam membayar kembali
utang
yang direstrukturisasi, dan itikad baik debitur untuk
menyelesaikan pinjamannya
tersebut, meningkatkan nilai-nilai personal SDM yang ada dengan
memberikan
pelatihan atau reward bagi karywan berprestasi.
Bramantyo dan Ronny (2007) melakukan penelitian terhadap 223 BPR
dan
917 nasabah sampel yang tersebar di 7 wilayah di Indonesia yaitu
Jabotabek, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi
Selatan, dan
Nusa Tenggara Barat dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingginya NPL Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di
Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat 12 penyebab terjadinya NPL baik
dari kondisi
internal BPR maupun dari kondisi eksternal BPR. Variabel-variabel
tersebut
adalah sebagai berikut:
24
• Integritas pemilik, pengurus dan pegawai BPR berupa intervensi
yang
bersumber pada tiga hal: ketidakjelasan prosedur,
ketidakdisiplinan
pencatatan, dan kurangnya perhatian dan pengawasan pemilik.
• Kompetensi pemilik dan pengurus, baik terhadap ketentuan
Bank
Indonesia maupun dalam menjalankan proses bisnis BPR.
• Pergantian direksi BPR yang dapat menyebabkan perpindahan
nasabah
dengan kolektibilitas yang lancar.
• Kompetensi pegawai BPR dalam menerapkan prosedur, penerapan
5C,
pengawasan dan penanganan kredit bermasalah, dan
administrasi.
• Pembayaran dengan pemotongan gaji dari tabungan, sekalipun
efektif
tetapi menimbulkan potensi penyimpangan.
• Pembayaran kredit dengan jemputan dapat berdampak negatif.
• Strategi pemasaran BPR yang masih lemah dan perlu mendapat
perhatian.
• Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit yang
lebih
baik dan konsisten.
• Pengikatan agunan yang tidak hati-hati.
• Tidak mempertimbangkan kondisi nasabah
• Kerjasama pemberian kredit dengan pihak luar.
• Sistem dan mekanisme pengawasan dan program recovery
kredit.
Strategi pemberian kredit merupakan salah satu fungsi strategis
yang
dimiliki bank dan fungsi ini pula yang seringkali menjadi penyebab
menurunnya
pendapatan suatu bank. Dimana semakin tinggi rasio NPL suatu bank
maka akan
mengurangi pendapatan suatu bank dikarenakan banyaknya debitur
yang
menunggak pembayaran kredit. Pemberian kredit memang merupakan
kegiatan
yang beresiko tinggi. Karena itu dalam upaya mengatasi tingginya
NPL, BPR di
Jawa Tengah semakin tajam menganalisis dan memprediksi suatu
permohonan
kredit untuk dapat meminimalkan risiko yang terkandung di dalam
penyaluran
kredit tersebut. Informasi tentang calon nasabah debitur merupakan
faktor krusial
dalam menentukan tingkat risiko yang bakal dihadapi bank.
Penentuan eligible
atau bankable tidaknya seseorang atau suatu perusahaan tergantung
seberapa
banyak informasi akurat yang dimiliki bank tentang calon debitur.
Selain itu
adalah peningkatan mutu dari SDM yang menunjang strategi pemberian
kredit di
BPR di Jawa Tengah. Beberapa kelemahan dari BPR di Jawa Tengah
saat ini
terutama yang sedang berkembang adalah (Bramantyo & Ronny,
2007) :
a. BPR di Propinsi Jawa Tengah masih menghadapi beberapa
kelemahan
dalam pengembangan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan
dan
perkembangan pasar, sehingga secara langsung atau tidak langsung
dapat
menghambat kemampuan bersaing dengan BPR lain.
b. BPR di Propinsi Jawa Tengah masih menghadapi beberapa
kelemahan
dalam pengembangan teknologi yang secara langsung berdampak
terbatasnya jenis pelayanan dengan teknologi tinggi yang dapat
ditawarkan
kepada nasabah, sehingga masih rendahnya kemampuan untuk
bersaing
dengan BPR lain. Selain itu terbatasnya teknologi juga menghambat
proses
kerja bagian kredit, sehingga hasil yang didapat tidak dapat
maksimal.
26
c. BPR di Propinsi Jawa Tengah masih perlu menyempurnakan
ketentuan
pengembangan SDM terutama divisi kredit agar kesiapan regenerasi
staf
untuk memangku jabatan menjadi lebih baik dan penyiapan staf
yang
lebih professional akan terlaksana terus menerus.
d. Masih rendahnya frekuensi supervisi terhadap operasional
bagian-bagian
yang ada sehingga dapat memperlambat proses pelaksanaan
pemberian
kredit dan membuka peluang-peluang pelanggaran yang dapat
merugikan
BPR di Propinsi Jawa Tengah.
e. Masih rendahnya tingkat kehati-hatian dalam pemberian kredit,
sehingga
menambah jumlah kredit yang bermasalah di BPR di Propinsi
Jawa
Tengah yang akhirnya secara finansial mengurangi jumlah
pendapatan
yang masuk.
Dalam menentukan strategi, perusahaan perlu memperhatikan kondisi
baik
kondisi internal maupun kondisi eksternal perusahaan. Langkah yang
harus
dilakukan adalah mengumpulkan data eksternal dan internal. Kondisi
internal
perusahaan meliputi pemasaran dan distribusi, penelitian dan
pengembangan,
manajemen produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan
perusahaan serta
keuangan dan akuntansi. Sedangkan kondisi eksternal perusahaan
mencakup
kondisi umum yaitu sosioekonomi, teknologi dan pemerintah,
lingkungan industri
yaitu sektor pelanggan, sektor pemasok dan sektor pesaing, serta
lingkungan
internasional. Kondisi internal memberikan gambaran kekuatan dan
kelemahan
27
sedangkan kondisi eksternal memberikan gambaran peluang dan
ancaman bagi
perusahaan (Antiningrum, 2003).
Keberadaan kredit macet yang tinggi itu mampu memengaruhi
kinerja
perbankan secara umum. Tingginya NPL pada sejumlah BPR merupakan
imbas
dari tahun-tahun sebelumnya, yakni sejak terdapat kenaikan harga
BBM tahun
2005. Faktor penyebab terjadinya kredit macet antara lain
menurunnya aktivitas
perekonomian yang kemudian memengaruhi bisnis para pengusaha. Daya
beli
mereka semakin rendah sehingga kesulitan untuk melakukan
pembayaran
angsuran. Selain itu ada pula bank yang mengejar target pengucuran
kredit
sehingga melakukan ekspansi berlebihan dalam menyalurkankan
dananya ke
nasabah. Bisa juga disebabkan kurangnya pengawasan bank
terhadap
perkembangan kinerja debitur. Oleh karena itu para pengelola BPR
diminta untuk
membuat action plan yang bisa menahan pembengkakan kredit macet
(Batubara,
2000).
Kalangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Propinsi Jawa Tengah,
saat ini,
berupaya mengurangi penyaluran kredit baru dan fokus penyelesaian
kredit.
Langkah ini dilakukan untuk menekan tingkat kredit bermasalah atau
non
performing loan (NPL) mengingat rasio NPL pada tahun 2007 masih di
atas
toleransi maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Beberapa
langkah
pembenahan yang dilakukan BPR di Propinsi Jawa Tengah adalah
dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan
sertifikasi
profesi, di mana melalui kerja sama Perbarindo dengan Bank
Indonesia, kegiatan
pelatihan bagi para direktur BPR terus dilakukan.
28
Buruknya rasio NPL tersebut tentunya cukup memprihatinkan
mengingat
berbagai upaya telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka
meningkatkan
peran dan kontribusi BPR dalam melayani UMKM seperti beberapa
kebijakan
Bank Indonesia yaitu pelaksanaan Linkage Program,
penyelenggaraan
workshop/seminar pembiayaan sektor produktif dan relaksasi
ketentuan dalam
Paket Oktober-November 2006.
Untuk mampu berperan sebagai badan usaha yang tangguh dan
mandiri,
BPR melalui usaha pemberian kreditnya harus mampu meningkatkan
efektivitas
strategi pemberian kredit dan berusaha sebaik mungkin mengurangi
risiko
kegagalan kredit. Jika diteliti lebih dalam, kegagalan pemberian
kredit, dilihat dari
tingginya NPL terutama disebabkan oleh kurang efektif dan
efisiennya strategi
yang digunakan. Menurut COSO (1997) strategi pemberian kredit yang
diterapkan
yang ada pada BPR bertujuan untuk:
1. Penjagaan dan pengawasan terhadap kekayaan BPR, khususnya di
bidang
perkreditan dapat berjalan dengan baik untuk menghindarkan
penyelewengan baik dari intern maupun ekstern.
2. Kebenaran data administratif di bidang perkreditan serta
penyusunan
dokumen-dokumen perkreditan yang baik.
3. Peningkatan efisiensi di dalam pengelolaan operasional sesuai
rencana.
4. Menjaga dan memastikan pelaksanaan peraturan dan perundangan
serta
kebijakan yang telah ditetapkan dalam buku pedoman, atau surat
edaran
telah dilaksanakan dengan baik.
29
Pentingnya strategi ini selain karena semakin besar dan
kompleksnya
operasi perusahaan, juga karena strategi ini merupakan suatu
metode dan prosedur
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meminimalkan
segala bentuk
kecurangan dan penyelewengan yang mungkin dapat merugikan
perusahaan.
Tujuan daripada strategi yang digunakan harus diterapkan pada
semua tahap
perkreditan dan dapat tercapai jika faktor-faktor pendukung
strategi itu sendiri
benar-benar dipenuhi (Arens dan Loebbecke ,2000).
Efektivitas strategi pemberian kredit erat kaitannya dengan tujuan
kredit
yaitu profitability dan safety. Profitability menyangkut
keuntungan dari bunga
kredit, sedangkan safety menyangkut kelancaran dari pengembalian
kredit. Di
samping itu apabila kita perhatikan unsur-unsur yang menyebabkan
kegagalan
kredit pada dasarnya merupakan kegagalan daripada strategi yang
digunakan.
Kegagalan kredit juga merupakan kegagalan penerapan strategi
pemberian kredit
yang efektif dan efisien, ini akan tercermin dalam tingkat
kolektibilitas yang
dicapai (Arens dan Loebbecke ,2000).
Dengan tercapainya tujuan dari strategi pemberian kredit, hal itu
akan
mendukung terciptanya prinsip-prinsip keputusan pemberian kredit
yang sehat
yang meliputi berbagai aspek mengenai peminjam, untuk memutuskan
apakah
layak diberikan kredit atau tidak. Strategi yang berjalan baik
dapat menunjang
performa kredit bank tersebut. Selanjutnya prinsip-prinsip
keputusan kredit yang
sesuai akan mendukung tercapainya pelaksanaan dan penerapan
prinsip 5C yang
meliputi karakter, kemampuan, modal, jaminan, kondisi ekonomi
demi
terwujudnya pemberian kredit yang efektif dan efisien. Selain
terpenuhinya
prinsip dan prosedur pemberian kredit, suatu strategi pemberian
kredit dapat
dikatakan efektif dan efisien apabila kredit tersebut dapat
kembali sesuai waktu
yang ditetapkan dengan sejumlah bunga yang telah ditentukan.
Prioritas
pemberian kredit pun menentukan keefektifan dan keefisienan
pemberian kredit,
jika kredit yang diberikan betul-betul tepat sasaran dan tepat
guna, maka
efektivitas dan efisiensi strategi pemberian kredit akan tercapai
dengan kata lain
NPL yang dicapai akan rendah yaitu dibawah standar maksimal, yaitu
5%
(Kasmir, 2003).
Adapun studi empirik terdahulu yang mendukung terhadap penelitian
yang
akan dilakukan disajikan dalam tabel .....
Kerangka Pemikiran Penelitian Empirik Proses
Persetujuan
Kredit
Syarat Pemberian
Kredit
Kapasitas
Account Officer
Kondisi Internal
BPR
Proses
Penagihan Kredit
Proses
Pengendalian
Kredit
Peranan
Manajemen
Kondisi Calon Debitur
BPR
Integritas
Calon Debitur
Pemanfaatan
Kredit Oleh
Calon Debitur
Keadaan
Calon Debitur Kredit
Kondisi Lingkungan
BPR
Faktor
Persaingan Usaha
Perkembangan
Perekonomian Faktor Alam
Tingkat Suku
Bunga Kredit
Jangka Waktu
Kredit
Cara Pemasaran
Kredit
Strategi
Pemberian Kredit
Kerjasama
Dengan
Pihak Luar
Informasi dan
Komunikasi Nilai-Nilai Personal
H2
H3
H1
H4
Sumber : dikembangkan untuk tesis in